Sudah 2 tahun Jambore PTK-PNF dilaksanakan oleh Pemerintah melalui Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan NonFormal (Dit. PTK-PNF), Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tujuan utama dari Jambore PTK-PNF ini sebagai upaya untuk sosialisasi sekaligus upaya pencitraan bagi PTK-PNF yang ada di seluruh Indonesia bahkan puncak acaranya ditutup secara gegap gempita oleh Menteri Pendidikan Nasional dan di hibur dengan artis-artis nasional maupun lokal.
Jambore PTK-PNF untuk acara puncaknya pertama kali dilaksanakan di Teater Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta yang dapat dikatakan acaranya berlangsung dengan sukses secara umum, begitu juga untuk yang kedua kalinya dilakukan di Balai Diponogoro Semarang, Jawa Tengah, sebagai pemenang Jambore 1000 PTK-PNF tahun yang lalu di Jakarta maka berkesempatan menjadi tuan rumah untuk Jambore ditahun selanjutnya.
Yang menarik adalah bahwa sesungguhnya keberhasilan dalam melaksanakan sebuah hajat besar yang mengumpulkan hampir 1000 orang tersebut tergantung kepada beberapa hal untuk kesusksesannya seperti akomodasi, konsumsi, transportasi dan pelayanan kesehatan, jika hal ini dapat terpenuhi dengan baik maka dapat dipastikan acara tersebut 80% sudah ditangan kesusksesaannya. Dan hal ini yang terjadi di Jambore 1000 PTK-PNF yang pertama dan kedua, mari kita ucapkan selamat kepada Pemerintah yang telah melaksanakan event ini dengan lebih baik lagi, tapi secara substansi harus terus dikritisi.
Walau demikian ada beberapa hal yang perlu dikritisi atau dievaluasi dalam pelaksanaan Jambore ini baik secara substansi maupun secara umum. Seperti yang berulangkali dikatakan bahwa secara formal evaluasi sudah dilakukan terhadap Jambore ini, akan tetapi masih terdengar selentingan-selentingan dari pinggir jalan yang mungkin belum terakomodasi oleh evaluasi yang sudah dilakukan secara formal tersebut. Ada baiknya dicoba untuk mendengarkan selentingan-selentingan pinggir jalan atau evaluasi nonformal ini sebagai bahan masukan untuk kita semua ini.
Memang secara umum pelaksanaan Jambore 1000 PTK-PNF ini berlangsung dengan sukses bila dilihat dari rasa puas peserta yang sudah merasa terlayani dengan baik selama mengikuti kegiatan yang besar ini. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan baik bahwa tujuan awal dari Jambore PTK-PNF ini ternyata tidak banyak mengena sesuai dengan harapan yang diinginkan kepada grass root atau masyarakat bawah untuk sosialisasi dan pencitraan diharapkan. Ada yang mengatakan bahwa peserta yang mengikuti Jambore PTK-PNF di provinsi yang berasal dari kabupaten/kota tidak melalui seleksi yang ketat, ini juga mungkin terkait dengan jumlah anggaran untuk pelaksanaan kegiatan tersebut dari Pemerintah hanya berkisar 3 juta rupiah, sangat kecil dibandingkan dengan yang diberikan kepada provinsi berkisar sebesar 300 juta rupiah, hanya 1%. Padahal sesungguhnya para PTK-PNF itu yang terbanyak atau ujung tombaknya berasal dari kabupaten/kota bukan di provinsi. Ini juga memperlihatkan bahwa program pendidikan nonformal masih dilihat setengah mata oleh Pemerintah Daerah, karena masih sedikitnya dana sharing dari APBD untuk kegiatan ini baik di provinsi maupun kabupaten/kota, catatan pinggir jalan pertama.
Bahkan pelaksanaan Jambore PTK-PNF untuk tingkat nasional yang dilakukan setiap tahun ini sepertinya berkejar-kejaran dengan perayaan Hari Kemerdekaan RI, tanggal 17 Agustus, ini berhubungan dengan keterlambatan pencairan APBN atau APBD, sehingga alasan ini selalu dikatakan oleh pelaksana kegiatan bahwa waktunya terburu-buru. Bila ini terjadi maka yang akan menjadi permasalahan adalah kualitas atau tujuan secara substansi dari pelaksanaan Jambore tersebut yang tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan, ntah itu sosialisasi maupun pencitraan bahkan secara substansi program sekalipun. Malah bila ini diteruskan yang terjadi adalah akan membuat pencitraan PTK-PNF menjadi tidak baik dan tidak menyentuh masyarakat secara utuh.
Hal yang perlu diingat bahwa sebuah perlombaan manapun, apalagi di event nasional maka pesertanya diharapkan adalah orang-orang pilihan terbaik. Pemerintah Pusat bahkan sudah memberikan sebuah contoh bahwa Tim Jurinya berasal dari akademisi yang sudah capable atau bisa dipertanggungjawabkan, sehingga mereka yang dianggap pemenang itu betul-betul berkualitas, bukan asal tunjuk saja. Ini juga harapannya dengan pelaksanaan Jambore PTK-PNF di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sehingga pemenangnya dapat betul-betul menjadi icon bagi pendidikan nonformal kedepan karena sudah mengakar di masyarakat serta mampu menjadi sumber ilmu dan contoh bagi masyarakat pada umumnya tentang pendidikan nonformal tersebut. Inilah catatan pinggir jalan kedua.
Dari catatan pinggir jalan pertama dan kedua terdengar beberapa usulan dari pinggir jalan agar pelaksanaan Jambore ini dapat dilakukan secara bertahap ditingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional dengan masa waktu tidak 1 tahun akan tetapi dilakukan untuk 2 atau 3 tahun. Menurut mereka ditahun pertama agar pemerintah mengkhususkan untuk dapat mensukseskan Jambore ditingkat kabupaten/kota dan provinsi untuk kemudian tahun selanjutnya lebih mempersiapkan Jambore di tingkat nasional dengan lebih baik lagi kedepannya. Sehingga pelaksanaan Jambore ditiap tingkatan akan menjadi lebih baik secara kualitas baik tujuan maupun substansinya, persiapan juga menjadi lebih matang lagi dan sudah barang tentu gaungnya akan langsung sampai ke masyarakat yang paling bawah dan yang terpenting dapat menjadi lebih sakral atau bermakna lagi untuk event nasionalnya, tidak terkesan buru-buru atau hanya bersifat seremonial saja, ini kiranya dapat dijadikan sebagai catatan pinggir jalan ketiga.
Dasar orang pinggir jalan, mereka juga mengkritisi pelaksanaan Gebyar Jambore 1000 PTK-PNF untuk hal-hal yang terkecil, seperti penyusunan bangku bagi peserta Jambore yang tidak teratur per provinsi sehingga terkesan bahwa semuanya bercampur baur padahal Jambore ini merupakan ajang pembuktian diri mereka. Atau ruangan yang terlampau kecil bagi 1000 orang untuk berkumpul menjadi satu, atau siapa yang menjadi event organizernya, bahkan sampai dengan acara yang terlalu monoton tapi ada juga yang mengatakan bahwa karena ini pendidikan nonformal maka kesalahan-kesalahan yang terjadi bisa di maafkan, sungguh ini sebuah sindiran pinggir jalan yang hanya membuat kita semua agak tertegun sekaligus tertawa. Ini mungkin catatan pinggir jalan keempat, kelima…dst.
Akan tetapi satu hal yang patut disyukuri adalah mereka orang dipinggir jalan itu ternyata masih peduli dengan kemajuan program Jambore PTK-PNF. Yah, kritikan orang pinggir jalan terkadang memang memekakkan telinga akan tetapi bila didengarkan masukan mereka sebagai orang bebas akan menambah masukan-masukan yang maju bagi program ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar